Karena begitu pentingnya arti pernikahan bagi pasangan calon pengantin, segala perlengkapan dan persiapan diatur dengan matang. Sebelum prosesi pernikahan digelar, biasanya kedua keluarga mempelai terlebih dulu mendiskusikan tentang waktu dan acara pernikahan. Tak terkecuali dalam hal adat yang akan diterapkan. Keluarga mempelai pria umumnya menyerahkan masalah tradisi pesta kepada pihak keluarga pengantin perempuan. Kadang pula sebaliknya. namun, tak jarang pula keduabelah pihak justru tak menemukan kata sepakat.
Ironisnya lagi, ada pasangan muda-mudi yang akhirnya batal menikah lantaran kedua belah pihak tidak menemukan titik kesepakatan mengenai adat perkawinan. Soalnya, mereka tidak mau menyelenggarakan pesta dengan menggunakan instrumen budaya pihak lain. Sebut saja Mawar dan Tangkai (tentu bukan nama sebenarnya). Si wanita berasal dari etnis Jawa, sementara pria dari keluarga etnis Minang. Keluarga wanita ingin menyelenggarakan pernikahan dengan tradisi Jawa, sementara keluarga pria inginnya dengan tradisi Minang. Karena tidak ada titik temu, dan ada ketersinggungan ucapan di antara kedua belah pihak, maka akhirnya hubungan mereka kandas ditengah jalan (pengakuan seorang teman kepada penulis).
Tarian Pernikahan adat Minang |
Padahal dalam konteks ini, Nabi pernah bersabda "Adakan jamuan makan untuk merayakan perkawinan walau hanya dengan seekor kambing" (HR. Muslim). Artinya, tolak ukur dari perayaan perkawinan itu sebenarnya bukan kemeriahan dan kemegahan adat, melainkan ungkapan syukur seorang hamba kepada Alloh SWT dan berbagi kebahagiaan dengan orang lain.
Walimatul 'Ursy atau pesta pernikahan adalah media untuk meresmikan perkawinan yang bertujuan untuk memberitahukan kepada khalayak umum bahwa kedua pengantin telah resmi menjadi suami - istri. Meskipun demikian, Islam tetap tidak melarang penyelenggaraan walimah dengan menggunakan simbol-simbol adat dan tradisi.
Jangan Mempersulit
Imam Hanafi berpendapat, walimahan merupakan sesuatu yang telah menyatu dengan adat dan tradisi manusia sejak datangnya agama Islam. Karena itu, perayaannya diserahkan kepada masyarakat. Islam hanya memberi tuntunan tentang apa yang harus dijalankan dan larangan yang harus dihindari.
Sebelum kedatangan Islam, bangsa Arab pun sudah biasa merayakan pernikahan dengan tradisi yang telah dijalani secara turun - temurun. Mereka menggelar sebuah pesta besar yangdihadiri banyak tokoh dari berbagai suku dan kelompok. Mereka menabuh rebana dan menyelenggarakannya dengan alunan musik padang pasir yang begitu meriah. Tarian-tarian dan minuman keras menjadi jamuan yang banyak disukai masyarakan jahiliyah saat itu.
Setelah Islam hadir, tradisi bangsa Arab itu tak semuanya dibuang oleh Nabi. memang ada beberapa yangdilarang, tetapi ada juga yang justru dianjurkan Nabi. Tabuhan rebana dan jamuan makanan dalam resepsi pernikahan diperbolehkan oleh Nabi. Yang dilarang adalah menjamu para undangan dengan makanan dan minuman haram serta menampilkan hiburan seperti tari-tarian yang dapat mengundang syahwat (HR. Abu Dawud dan Abdullah bin Umar).
Jumhur ulama sepakat bahwa penyelenggaraan walimah itu hukumnya sunnah muakad. Ketika Ali bin Abi Thalib hendak meminang Fatimah, Nabi juga menyerukan agar diselenggarakan walimahan. "Bagi mempelai ini harus diadakan walimahan" (HR. Ahmad bin Hanbal). Kata "harus" dalam ucapan Nabi ini bermakna anjuran, yaitu berhukum sunnah muakkad, dan bukan suatu keharusan atau wajib hukumnya.
Nabi ingin menjelaskan bahwa betapa pentingnya perayaan dalam sebuah pernikahan. Karena, di dalamnya ada aspek nilai - nilai ajaran Islam. Diantaranya, walimah merupakan ungkapan syukur, sebagai media sedekah bagi kedua mempelai, media silaturahim, dan yang terpenting lagi adalah media untuk disaksikan banyak orang agar tidak terjadi fitnah.
dalam hal ini, Nabi tidak membatasi seberapa megah pesta yang harus diadakan. Nabi sendiri ketika menikah dengan Zainab binti Jahsyi hanya dengan menyembelih seekor kambing. Bahkan, saat beliau menikah dengan Shafiyah justru hanya dengan roti dan kurma saja.
Begitu juga dengan simbol - simbol budaya. Sampai saat ini sebagian masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa pesta pernikahan harus menggunakan adat dan tradisi, baik dalam soal gaun pengantin, tata rias, prosesi, hidangan, hingga pertunjukan hiburan. Memang harus diakui, resepsi pernikahan merupakan ritual agama yang sangat sakral sehingga tidak lepas dari unsur budaya masyarakat setempat.
Persinggungan agama dan budaya memang telah terjadi pada hampir semua resepsi pernikahan model masyarakat Indonesia baik Jawa, Minang, Aceh, dan lain sebagainya. Hal ini membuktikan bahwa masuknya agama Islam di tanah pertiwi ini tidak lepas dari unsur budaya. Penggunaan simbol-simbol tradisi dalam resepsi pernikahan tidaklah dilarang oleh agama selama sesuai dengan tuntutnan syar'i.
Namun, jika karena faktor tradisi kemudian menyampingkan substansi nilai - nilai ajaran agama yang terkanding didalamnya, maka patutlah untuk dihindari. Karena, bagaimanapun juga, agama tidak pernah memberatkan umatnya dalam menjalankan ibadah di muka bumi. Pesan Nabi "Mempermudahlah, jangan mempersulit diri." (HR. Bukhari). Wallahu A'lam.
Untuk menghindari hal tersebut di atas OS Pro Moslem Wedding Organizer merupakan solusi bagi anda. Kami bersedia menjadi jembatan bagi kedua pihak keluarga untuk mencapai titik temu yang terbaik. Konflik keluarga yang terkadang terjadi pada hari besar seperti pernikahan dapat ditekan seminimal mungkin. Untuk lebih jelasnya simak juga 8 manfaat menggunakan OS Pro Moslem Wedding Organizer kami.
ANGGUN - Majalah Pengantin Muslim (Agustus 2011)